Mengenal Penyakit Enuresis
PERNAH melihat buah hati yang sudah berumur belasan tahun namun masih tetap ngompol dicelana atau di kasur? Jika pernah, jangan sepelekan. Bisa jadi itu merupakan tanda adanya gejala penyakit yang tengah diderita anak. Segeralah lakukan pemeriksaan dini dan penanganan yang akurat. Jangan sampai berlarut-larut, karena ini akan berdampak pada perkembangan psikologis anak.
Dokter umum Rumah Sakit Pertamina Balikpapan (RSPB) Otto Rajasa mengatakan, anak yang suka ngompol dalam bahasa medisnya disebut enuresis. Apabila ngompol yang terjadi hanya diwaktu malam saja disebut nocturnal enuresis.
“Ngompol atau enuresis adalah sebuah gejala penyakit. Untuk mengetahui penyebab gejala ngompol ini harus dilakukan pemeriksaan,” ujar pria yang akrab disapa dr Otto ini.
Enuresis, kata Otto, terbagi dua jenis. Yakni enuresi primer dan enuresis sekunder. Disebut enuresis primer apabila ngompolnya sejak kecil tanpa pernah dapat menahan kencing atau ngompol selama periode tertentu. Dan disebut enuresis sekunder, apabila pernah tidak ngompol selama 6 bulan atau lebih.
“Sebelum ngompol kembali, anak dengan enuresis atau ngompolan berada dalam risiko mendapat penyiksaan fisik dan emosional dari lingkungannya,” lanjutnya.
Otto mengungkap, banyak studi menunjukkan penderita ngompol cenderung merasa malu dan cemas pada diri dan lingkungannya, kehilangan rasa percaya diri, gangguan hubungan interpersonal, bahkan prestasi sekolah dapat menurun. Bahkan, tambahnya, beberapa penelitian menunjukkan adanya faktor keturunan dari enuresis atau ngompolan ini.
Dijelaskan, sebanyak 43 persen anak dari ayah yang ngompolan akan ikut ngompolan. Begitu juga dari ibu yang ngompolan. Sedangkan apabila bapak dan ibu sama-sama ngompolan, kemungkinan anak-anaknya mendapat enuresis atau ngompolan adalah 77 persen.
“Sebenarnya, ngompolan ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Angka kejadiannya menurun sesuai dengan umur si anak. Pada umur 7 tahun angka kejadiannya adalah 20 persen. Yang artinya, 20 persen dari anak berumur 7 tahun masih ngompolan. Sedangkan pada anak usia 10 tahun, 4 persen masih ngompolan dan 1-2 persen orang berusia 18 tahun ke atas masih ngompolan,” urainya.
Adapun beberapa penyebab ngompolan ini, sebut Otto, di antaranya adalah adanya infeksi saluran kencing, konstipasi, neurogenic bladder, obtruksi urethra, psikis, hipertiroid dan penyebab yang tidak diketahui atau idiopathic.
Otto menambahkan, terdapat beberapa metode terapi yang bisa diberikan untuk penderita enuresis ini, di antaranya dengan alarm terapi. Alarm terapi diberikan pada hampir semua jenis enuresis. Biasanya diberikan 2 minggu hingga beberapa bulan untuk ngompol yang bandel. Terapi ini menggunakan alarm untuk membangunkan pasien pada jam-jam tertentu. Angka keberhasilannya mencapai 70 persen.
“Beberapa pasien ngompolan yang lain memerlukan obat dan apabila ditemukan kelainan struktur anatomi dilakukan pembedahan,” tandasnya.
2 komentar:
jd malu nih ama masa kecil.......he he he
brmanfaat bgt bos....
koment balik ke blog ku ya
Posting Komentar