Tentang Saya

Foto saya
Balikpapan, Kalimantan Timur, Indonesia

MOSES, Mendeteksi Malaria Lebih Cepat

Malaria sampai saat ini masih menjadi salah satu penyakit yang mematikan. Padahal jika ditangani dengan cepat, malaria tidak akan sampai merenggut nyawa. Untuk memastikan seseorang terkena malaria, harus melalui pemeriksaan darah.

Daerah-daerah yang jauh dari kota, membuat pendeteksian berjalan lama. Akibatnya penderita lambat ditangani, dan banyak penderita meninggal.
Untung sekarang ini masalah ini dapat diatasi. Empat mahasiwa dari Institut Teknologi Bandung, mengembangkan sistem pendeteksian malaria yang mereka beri nama MOSES (Malaria System and Endemic Survilance).

Dengan sistem yang mereka kembangkan tersebut, tim yang diberi nama Big Bang keluar sebagai juara pertama pada Imagine Cup. Alasan tim Big Bang yang diawaki oleh David Samuel, Dody Dharma, Dominikus Damas dan Samuel Simon membuat MOSES adalah, mereka merasa kaget ternyata penyakit malaria cukup banyak diderita oleh masyarakat hingga menyebabkan kematian karena terlambatnya penanganan.

"Sebenarnya malaria kalau baru dua hari enggak kenapa-kenapa, tapi kebanyakan penderita enggak sadar. Kalau pun sadar untuk mengecek malaria harus ada pemeriksaan darah, pada tempat terpencil laboratoriumnya tidak bisa ngecek darah. Harus dibawa sampai ke kota, butuh berhari-hari," terang Damas, salah seorang personil Bang Bang. Mulai dari situlah para mahasiswa tingkat III ini membuat MOSES.

Awalnya mereka melakukan studi pendahuluan pada Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat. Dari sana mereka menemukan yang paling dibutuhkan lebih ke epidemologi penyakit malaria tersebut. Lalu mereka mencoba menggabungkan ilmu yang mereka dapat dengan literatur yang ada.

"Dalam prosesnya pasti ada kesulitan. Apalagi kami enggak ngerti medical, coba baca literatur saja. Jadi harus bolak-balik ke dokter dan ke dinkes," terang Damas.

Setelah mendapat gambaran apa yang harus dilakukan, Damas dan rekan-rekannya, pada bulan November 2008 mulai membuat sistem tersebut. Setelah melakukan percobaan beberapa kali, akhirnya Big Bang berhasil menemukan formula yang pas.

Dengan menggunakan perangkat lunak Teknologi Mikrosoft, akhirnya MOSES pun lahir. Optic glass yang terdapat dikamera menghasilkan gambar yang sama seperti yang terlihat di mikroskop. Gambar itulah yang dikirim ke server yang berada di Rumah Sakit Besar.

Selain menerima, server juga akan mengenali apakah dalam darah tersebut ada penyakit terinfeksi malaria. Hasil akan keluar beberapa menit setelah itu, dengan begitu waktu tidak akan habis terbuang dalam perjalanan.

"Keputusan akhir apakah seseorang tersebut terkena malaria atau tidak tetap ada di tangan dokter, tapi dengan hasil foto yang sama dengan hasil yang ada di mikroskop waktu yang diperlukan untuk melakukan diagnosa lebih singkat," kata Damas.

Untuk sistem MOSES ini, Damas dan kawan-kawannya hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp. 2.000.000. Namun jika dilakukan penghitungan lebih rinci lagi, biaya untuk memperbanyak MOSES ini akan jauh lebih murah, dibanding biaya untuk mengirim sampel darah ke dokter.

"Pemeriksaan darah untuk penyakit malaria itu adalah gold standar, maka kalau yang datang memeriksa hanya seorang bidan biasa, tapi datang sudah dilengkapi dengan MOSES itu, dapat dilakukan anamnesis langsung, ada berapa persen kemungkinan terkena malaria. Kalau ada kemungkinan, tinggal lakukan pemeriksaan darah dan hasilnya bisa langsung dikirim ke dokter," terang Damas.

Selain tidak harus menggunakan PDA (personal digital assistant), dapat juga menggunakan kamera handphone biasa dan dikirim menggunakan MMS (multimedia messaging service).

Saat ini telah ada beberapa pihak yang menyatakan diri tertarik dengan sistem MOSES ini. Namun Damas dan rekan-rekannya, belum berniat untuk memberikannya pada pihak manapun."Sekarang sedang fokus untuk Imagine Cup di Mesir nanti. Setelah itu baru kita pikirkan lagi," tandasnya

Silahkan Anda Baca Juga Artikel Yang Berkaitan Dibawah Berikut Ini



7 komentar:

hazam,  16 Juni 2010 pukul 14.12  

nama saya hazam,AMK

baru2 ini sy mengikuti pelatihan manajemen tatalaksana penyakit malaria yg di adakan olh Global Fund selama 5 hari,tp menurut Q itu sngat singkat

maka dari itu sy butuh sekali literatur yg sangat menunjang pekerjaan sy nanti di lapangan berhubung tempat tugas sy di daerah terpencil yaitu Di kabupaten WAKATOBI sulawesi tenggara.

Nikmaya John 29 Maret 2011 pukul 18.42  

Semoga tambah sukses buat big bang,, terus menghasilkan karya2 terbaik....

Newport Beach Houses 15 April 2011 pukul 00.43  

Mantab gan analisannya,
sangat bermanfaat bgt buat para pengunjung,
met sukses ngeblognya,
salam...

komodo island is the new 7 wonders of the world 25 April 2011 pukul 02.15  

y butuh sekali literatur yg sangat menunjang pekerjaan sy nanti di lapangan berhubung tempat tugas sy di daerah terpencil yaitu Di kabupaten WAKATOBI sulawesi tenggara.

xamthone plus 23 Juli 2011 pukul 10.32  

kalau gejala'' malaria itu seperti apa ya mas ?

Posting Komentar

  © Blogger templates ProBlogger Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP